Apa sih "False Nine" itu?

0 komentar
Turnamen terbesar sepak bola di benua biru, eropa, saat ini sedang berlangsung. Pesta meriah itu diselenggarakan didua negara bagian timur eropa, Polandia dan Ukraina.

Langsung saja ke inti tulisan. Anda pasti sedikit terkejut dengan yang terjadi pada pertandingan di Grup C, antara Italia melawan Spanyol. Dimana saat pertandingan itu, Spanyol ‘membangku-cadangkan’ tiga striker murninya, yaitu Fernando Torres,  Álvaro Negredo, dan Fernando Llorente, pada starting eleven.

Entah apa yag ada dibenak pelatih gaek Spanyol, Vicente del Bosque, yang berani membuat hal itu terjadi. Tapi memang hal itu benar-benar terjadi. Mungkin anda heran, begitupun saya. Tetapi sebenarnya formasi ganjil itu tidak benar-benar ganjil, karena dengan formasi 4-3-3, Spanyol memainkan strategi yang disebut FALSE NINE, yang sebenarnya adalah sebuah strategi yang sudah pernah dilakukan sejak dulu.

Anda dan Saya yang tidak terlalu fasih dalam sepakbola, mungkin, tidak begitu paham dengan strategi ini. Namun setelah membaca artikel dibawah ini, mungkin sedikit banyak membantu memberikan pemahaman dan menambah pengetahuan tentang dunia sepak bola.



Pertandingan persahabatan antara Inggris dan Hungaria di Stadion Wembley, 25 November 1953 adalah salah satu pertandingan paling penting dalam sejarah sepak bola Inggris. Pada pertandingan itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Inggris dikalahkan oleh tim non-Britania di kandang sendiri dan dampak yang terjadi lebih besar dari sekadar menelan rasa malu.

Inggris yang merasa dirinya aristokrat sepak bola terpana melihat bagaimana pola permainan kaku mereka diacak-acak oleh strategi pelatih Gusztav Sebes yang oleh seorang pemain Inggris disebut “bagaikan tim dari luar angkasa.”

Hungaria dipenuhi oleh legenda seperti Ferenc Puskas, Sandor Kocsis, Zoltan Czibor, tapi adalah pemain bernomor 9, Nandor Hidegkuti yang menyulut kekacauan di wilayah pertahanan Inggris. Lazimnya pemain bernomor 9 pada masanya, Hidegkuti dianggap sebagai penyerang tengah yang berfungsi sebagai finisher, tapi pergerakannya yang tak lazim mencengangkan barisan pertahanan Inggris.

Hidegkuti tidak berdiri statis di depan, tapi turun jauh hingga ke tengah lapangan untuk menjemput dan mendistribusikan bola, menyebabkan bek Harry Johnston yang ditugaskan pelatih Walter Winterbottom untuk menjaganya pusing tujuh keliling.

Hungaria mencetak empat gol di babak pertama dan Johnston dibuat frustrasi karena tak pernah menyentuh bola. Hidegkuti yang seharusnya ia kawal turun jauh ke tengah sehingga pemain Hungaria tersebut mempunyai banyak ruang untuk berkreasi.

Di babak kedua, Johnston ditugaskan untuk mengikuti pergerakan Hidegkuti jauh ke tengah dan yang terjadi dampaknya lebih dahsyat. Tertariknya satu bek ke luar menyebabkan lini pertahanan Inggris luluh lantak dan Puskas serta Kocsis dengan senang hati mengeksploitasi ruang yang ditinggalkan Johnston.

Hungaria menang 6-3 pada partai itu yang membuat Inggris tersadar untuk merevolusi paradigma sepak bolanya, tapi dalam partai itu Hidegkuti berperan dalam posisi yang sekarang populer dengan sebutanFalse Nine.

Secara definisi, False Nine diartikan sebagai penyerang terluar yang turun ke tengah untuk mengacaukan konsentrasi dan garis pertahanan lawan. False Nine haruslah orang terdepan dalam pola satu tim, karena jika tidak, maka posisi itu murni gelandang tengah biasa.

Penyerang legendaris Austria, Matthias Sindelar adalah salah satu pionir False Nine pada awal abad 20 dan berpuluh-puluh tahun sesudahnya, strategi ini berfungsi kembali.

False Nine menyebabkan tim yang menggunakannya terlihat bermain tanpa satu penyerang pun. Skuad Manchester United yang memenangi Premiership dan Champions League tahun 2008 memiliki Wayne Rooney dan Carlos Tevez yang satu pun tak gemar untuk berdiam diri di kotak penalti. Secara bergantian mereka akan bertukar posisi menjadi False Nine, seraya membuka ruang bagi satu sama lain dan Cristiano Ronaldo untuk muncul dari lini kedua.

Barcelona pun sering mempraktikkan strategi ini dengan Lionel Messi sebagai False Nine yang bertugas menerima bola di paruh lapangan untuk kemudian mengirimkannya kepada pemain di belakangnya yang merangsek ke depan. Menarik menyaksikan bagaimana kehadiran striker macam David Villa sekalipun tak membuat Messi tidak ditempatkan sebagai pemain terdepan.

False Nine adalah mimpi buruk bagi pertahanan karena sulit untuk diantisipasi. Sebuah keadaan yang dilematis bagi bek lawan untuk bertahan di posisi atau mengikuti pergerakan False Nine. Jika mengikuti pergerakan False Nine ke tengah, maka garis pertahanan akan menjadi tinggi dan rentan terhadap umpan terobosan ke sayap.

Jika bertahan di posisi, maka False Nine akan memiliki ruang untuk berpikir dan berkreasi, atau bahkan berlari melewati bek dan menembak. Menghadapi pemain yang mematikan dalam satu lawan satu seperti Messi dan Rooney, pilihan bertahan seperti ini adalah bencana.

Bermain melawan penyerang yang beroperasi di luar daerah alamiahnya telah menjadi beban pikiran para bek sejak tahun 90-an. Mereka tak serta merta bisa disebut False Nine, tapi Eric Cantona, Gianfranco Zola, dan Dennis Bergkamp adalah bukti bahwa para penyerang yang turun ke bawah tak mudah untuk dimatikan. Berdasarkan wilayah operasionalnya, beberapa tim mencoba untuk menugaskan seorang gelandang bertahan untuk mematikan False Nine.

Banyak orang menggarisbawahi betapa fenomenalnya Cheick Tiote saat mematikan Rooney saat Newcastle menang 3-0 atas United 2 pekan lalu, tapi Rooney sebenarnya tak menjadi False Nine saat itu karena ada Dimitar Berbatov di depannya.



Menugaskan seorang gelandang untuk mengawal False Nine sebenarnya bisa menyebabkan kecanggungan karena selain area pergerakannya tak sama (berlainan dengan bek yang bisa naik ke depan, seorang gelandang bertahan sekalipun tak lazim untuk bergerak hingga kotak penalti sendiri), hal ini potensial menyebabkan adanya ruang kosong yang bisa dieksploitasi lawan.

Penulis sepak bola ternama, Jonathan Wilson kerap mengatakan bahwa taktik sepak bola adalah seni memanipulasi ruang dan False Nine adalah salah satu bentuk manipulasi ruang yang teragung.

Man-marking tak lagi lazim di sepak bola level top sekarang ini ketika hampir semua tim menggunakan zona marking yang membagi lapangan menjadi beberapa area yang harus dijaga tim yang bertahan sehingga membuat sepak bola bagai ilmu pasti.

False Nine bisa sukses menjadi opsi karena posisinya di lapangan bagaikan anomali yang merusak rumus-rumus pertahanan tadi. Area yang harus dijaga untuk mematikan False Nine menjadi kabur dan siapa yang harus menjaga juga tak pasti sehingga membuat para bek bagaikan siswa elementer yang kebingungan.

Seperti yang ditulis Johnston dalam biografinya soal bagaimana ia dipermalukan Hidegkuti, ”The tragedy was the utter helplessness…being unable to do anything to alter the grim outlook.” ( http://www.beritasatu.com/blog/olahraga/1324-anatomi-sepak-bola-false-nine.html )



Posting Komentar